Langsung ke konten utama

Konsili Nicea vs The Da Vinci Code (PART II)

Karena Konsili Nicea adalah sebuah pertemuan penting pada masa gereja awal, untungnya kita mempunyai sebagian informasi mengenainya dalam dokumen kuno, termasuk teks-teks dari konsili setelahnya dan risalah-risalah.

Seperti banyak orang, Sophie Neveu hanya mengetahui Konsili Nicea karena syahadat Nicea yang terkenal itu, pernyataan iman yang dikeluarkan oleh Konsili Nicea, yang merefleksikan keputusan (dengan mayoritas yang besar sekali) bahwa Yesus itu Ilahi dalam derajat yang sama dengan Bapa, dan bukan makhluk Ilahi yang diciptakan.

 Syahadat Nicea
Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat (homousion) dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. Ia dikandung dari Roh Kudus, Dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita, waktu Pontius Pilatus; Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; kerajaan-Nya takkan berakhir. aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa, yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan; Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. aku menantikan kebangkitan orang mati dan hidup di akhirat. Amin.
Dan siapa saja yang mengatakan bahwa ada saat ketika Anak Allah tidak, atau sebelum Ia diperanakkan ia bukan, atau ia dibuat dari materi yang bukan, atau dia dari hakikat atau esensi (dzat) [dari Bapa] atau ia adalah makhluk, atau tunduk kepada perubahan atau penggantian—semua yang berkata demikian, Gereja yang Katolik dan Apostolik mengutuk (anathematizes) mereka.
Bagian kedua, yang mengutuk pandangan tertentu sebagai bidah, membuat jelas bahwa pertanyaannya bukanlah Yesus itu makhluk Ilahi atau tidak, tapi dengan cara apa Ia bersifat Ilahi. Pandangan bidah, diajarkan oleh Arius dan pengikutnya, bukan Yesus sebagai nabi biasa tapi bahwa Ia inferior (lebih rendah) dari Bapa dan diciptakan oleh Bapa. Syahadat (kredo) ini dituliskan dalam beberapa sumber-sumber kontemporer, termasuk dalam Acts of the Ecumenical Konsilis of Ephesus dan Acts of Chalcedon, dalam Epistel Eusebius dari Kaisarea kepada Jemaatnya, dalam buku Ecclesiastical Histories oleh Theodoret dan Socrates, dan pada tulisan-tulisan lainnya. 

Kanon-Kanon Nicea

Dalam tambahannya kepada syahadat (kredo), uskup-uskup di Konsili Nicea mengeluarkan 20 kanon, atau penentuan setelah akhir dari Konsili. Kebanyakan dari kanon-kanon itu cukup biasa dan bersinggungan dengan urusan administrasi. Tulisan-tulisan dari masing-masing kanon bisa anda lihat di sini (here).

Postingan populer dari blog ini

Natal - Dewa Matahari - Kristus - Sol Invictus

Tuduhan seperti ini sering dilancarkan untuk menuduh bahwa kristen itu aslinya adalah pagan. Mari kita lihat. Tuduhan ini adalah salah satu favorit serangan dari Polemis Yahudi dan Islam. Pada tahun 336 gereja di Roma menyatakan bahwa 25 Desember sebagai Dies Natalis Christi, "ulang tahun Kristus." Tulisan dalam Kronograf 354, atau Kalender Philocalian, mencatat, "Tuhan kita Yesus Kristus lahir pada hari kedelapan pada bulan sebelum Januari" , atau 25 Desember. Hal ini tidak menyatakan bahwa perayaan Natal sedang dicari tahu waktu tepatnya pada tanggal tersebut, tetapi kita cukup yakin bahwa penelitian mengenai Natal, dimulai di Roma sekitar waktu ini. "Perayaan Natal merupakan acara penginjilan yang efektif untuk mengubah hati dan pikiran orang-orang kepada Kristus dan jauh dari pemujaan Sol." St. Yohanes Krisostomos Satu generasi setelah kronograf itu diterbitkan, bapa gereja Yohanes Krisostomos (c. 347-407) menulis bahwa Rom...

Dikuduskanlah Nama-Mu?

Pada zaman edan seperti saat ini, sudah tidak ada lagi yang kudus. Semuanya sudah dekil, kotor, dan tercemar – walaupun dibilas dengan Rinso Antinoda. Sudah tidak ada lagi orang yang bisa kita hormati, walaupun seharian penuh kita sibuk dan berusaha memoles nama kita agar bisa dihormati dan dimuliakan orang-orang di sekitar kita. Oleh sebab itu, percuma kita ngoceh pulihan kali sehari “Dikuduskanlah Nama-Mu” sampai tuh mulut berbuih. Karena boro-boro bisa menghayatinya, nyaho juga kagak maknanya! Sebenarnya dengan doa yang terdiri dari 2 kata saja, “Dikuduskanlah Nama-Mu”, sudah komplit dan sudah mencakup segala-galanya; karena doa itu tidak perlu bertele-tele dengan kata yang berbunga-bunga agar orang-orang di sekitar kita bilang, “Hebat oooo…oi!” Dikuduskanlah Nama-Mu , itu sebenarnya bukan suatu permohonan, karena nama Allah itu sudah kudus dari sononya. Ucapan tersebut adalah suatu pernyataan, suatu komitmen untuk memuliakan nama Dia. Dalam dua kata itu sudah tercakup semua: ...

Ujian Telah Selesai

“Yono! Apa Kabar? “ “Baik-baik saja, Pak Pendeta“ “Sekarang tinggal di Majalaya, Pak Pendeta“ “Bekerja? “ “Ya, Pak. Habis, maklum deh. “ “Lalu? Sudah senang? “ “Kalau gajinya sih lumayan juga, Pak. “ “Lalu apanya lagi? “ “Ya, seenak-enaknya orang kerja, Pak, tentu masih lebih terhormat orang bersekolah. Saya sering merasa iri, bahkan tidak jarang rendah diri, melihat teman-teman yang masih bersekolah." Pembaca yang kekasih . Bahwa Yono punya tekad yang kuat untuk bersekolah, ini tentu apa salahnya. Tetapi pendapat bahwa bersekolah itu jauh lebih terhormat, pada hemat saya layak kita jadikan masalah. Bahwa ada orang bercita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya, ini mengang sudah semestinya. tetapi kalau misalnya terpaksa harus bekerja, benarkah ini namanya kegagalan semata-mata? Kita perlu cemas, kalau semakin lama sekolah lebih merupakan sarana untuk mengejar prestise, daripada untuk mencapai prestasi. Seolah-olah martabat itu ditentukan oleh gelar atau kedudukan, dan bukan ole...