Langsung ke konten utama

Dikuduskanlah Nama-Mu?


Pada zaman edan seperti saat ini, sudah tidak ada lagi yang kudus. Semuanya sudah dekil, kotor, dan tercemar – walaupun dibilas dengan Rinso Antinoda. Sudah tidak ada lagi orang yang bisa kita hormati, walaupun seharian penuh kita sibuk dan berusaha memoles nama kita agar bisa dihormati dan dimuliakan orang-orang di sekitar kita. Oleh sebab itu, percuma kita ngoceh pulihan kali sehari “Dikuduskanlah Nama-Mu” sampai tuh mulut berbuih. Karena boro-boro bisa menghayatinya, nyaho juga kagak maknanya!

Sebenarnya dengan doa yang terdiri dari 2 kata saja, “Dikuduskanlah Nama-Mu”, sudah komplit dan sudah mencakup segala-galanya; karena doa itu tidak perlu bertele-tele dengan kata yang berbunga-bunga agar orang-orang di sekitar kita bilang, “Hebat oooo…oi!”

Dikuduskanlah Nama-Mu, itu sebenarnya bukan suatu permohonan, karena nama Allah itu sudah kudus dari sononya. Ucapan tersebut adalah suatu pernyataan, suatu komitmen untuk memuliakan nama Dia. Dalam dua kata itu sudah tercakup semua: Apa yang harus Anda katakana, Apa yang harus anda pikirkan, Apa yang harus anda lakukan.

Tetapi tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah perkataan yang kita ucapkan sehari-hari bisa menguduskan Nama Dia dengan joke-joke yang jorok-jorok dan ngerumpi ngomongin orang tiada habisnya? Apakah pikiran kita selalu lurus dan bersih dari segala pertipengan dan percabulan? Apakah tingkah laku kita sehari-hari bisa menguduskan Nama-Nya? Boro-boro, sebab kenyataannya melalui tingkah laku kita yang amburadul dan bejad, bisa disamakan seperti menghujat dan mencemari Nama-Nya.

Dikuduskanlah Nama-Mu. “Dikuduskan” dalam bahasa Yunani adalah “Hagiazein” yang berarti menjaga dan memelihara agar yang kudus tetap kudus – bukan sebaliknya dengan mencemari dan mengotori Nama-Nya. Istilah kudus dalam Alkitab bisa disebut juga sebagai “hagios” yang berarti berbeda. Allah disebut kudus karena Dia beda, benar-benar lain dari yang lain, “The Wholy Other”.

Sering kali kita mencemoh dan mencibir para koruptor tanpa nyadar bahwa kita sendiri berjiwa maling seperti mereka. Kita nyolong jam kantor, mencuri pulsa telepon kantor untuk ber-email ria, atau ngerumpi dengan menggunakan telepon kantor. Jadi kalau kita jujur, sudah tidak ada lagi bedanya antara wong kafir dengan orang beragama. Kita sama-sama bejad dan sama-sama bobroknya. Ucapan “Dikuduskanlah Nama-Mu” itu sebenarnya merupakan kemunafikan tiada taranya. Lebih baik kita nyanyi bareng, “We are the world”, karena kita semuanya sudah bareng menjadi satu dengan anak-anak dunia: “We are the world, We are the children, We are the ones who make a DIRTY day!”

Apakah Anda tahu hal yang paling menyakitkan bagi orang tua, apabila harus menerima kenyataan bahwa putri kesayangannya hamil di luar nikah, atau putranya menjadi pecandu narkoba dan masuk bui? Melalui kelakuan anak-anaknya itu, nama baik orangtuanya dicemari. Cobalah Anda renungkan apabila putrid dari seorang hamba Tuhan atau penatua gereja hamil di luar nikah. Apakah ini tidak akan menjadi gunjingan yang sangat menyakitkan bagi orangtuanya? Moso sih anak pendeta bisa kumpul kebo, malu-maluin aja!

Nama Allah kita yang Mahakudus jauh lebih suci dan kudu dimuliakan daripada nama para Pendeta atau Pembimbing Agama manapun juga. Kita cemari dengan kelakuan kita yang tak senonoh. Apakah hal ini tidak akan menyakitkan perasaan Allah Bapa kita di surga, dimana kita berdoa Bapa Kami tetapi sebenarnya Iblis-lah yang menjadi bapa kita!

Dikuduskanlah Nama-Mu, bukanlah permohonan agar dari yang tidak kudus dijadikan kudus. Melainkan kita memohon agar diri kitalah yang dikuduskan, agar kita hanya melakukan hal-hal yang kudus; sebab hanya dengan demikianlah kita bisa menguduskan Nama-Nya!

Tidak bisa dipungkiri bahwa sudah merupakan ambisi dan obsesi yang melekat di dalam diri kita, di mana kitalah yang sebenarnya ingin dikuduskan namanya! Kita ingin jadi seperti Allah. Reinhold Niebuhr menamakannya “will to power” atau naluri mengejar kekuasaan. Oleh sebab itu kita lebih sibuk memoles dan menguduskan nama kita sendiri daripada menguduskan nama Allah. Dengan begitu kita bisa pamer, misalnya, melalui mobil mewah yang kita miliki. Hal ini bukanlah hal yang baru. Pada zaman sesepuh di Alkitab pun sudah demikian. “Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita” (Mzm 20:8).

Memuliakan nama Allah itu seharusnya menjadi tujuan utama kita, maka dari itulah Tuhan Yesus meletakkan kalimat doa “Dikuduskanlah nama-Mu” sebagai yang pertama. Tuhan Yesus bukanlah tipe NATO, alias ngoceh doing tanpa action seperti si Ucup! Hal ini Ia telah praktikkan sendiri; sampai saat menjelang ajal-Nya sekalipun Ia tidak pernah lupa akan tugas ini. Yhanes menyatakan “Sekarang ini jiwa-Ku sangat berdukacita; apakah Aku hendak katakan? Ya Bapa, selamatkanlah Aku daripada saat itu! Tetapi karena itulah Aku sampai kepada saat ini. Ya Bapa, permuliakanlah nama-Ku!” Lalu kedengaranlah suatu suara dari langit mengatakan, “Au sudah permuliakan Dia, dan Aku akan mempermuliakan Dia pula” (12:27,28)

Marilah mulai hari ini juga kita berusaha agar sebelum mengumbar joke atau perkataan kotor dan tak senonoh, merenungkan sejenak perkataan “Dikuduskanlah Nama-Mu.” Begitu juga sebelum kita melakukan hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Allah; entah mau maling, nipeng, ataupun lacur, ucapkanlah terlebih dahulu, “Dikuduskanlah Nama-mu.” Siapa tahu ini bisa menjadi kendali atau rem bagi kita agar tidak mudah terjerembab dan jatuh dalam lumpur dosa. Minimal agar kita bisa beda dari anak-anak dunia lainnya. 

Postingan populer dari blog ini

Natal - Dewa Matahari - Kristus - Sol Invictus

Tuduhan seperti ini sering dilancarkan untuk menuduh bahwa kristen itu aslinya adalah pagan. Mari kita lihat. Tuduhan ini adalah salah satu favorit serangan dari Polemis Yahudi dan Islam. Pada tahun 336 gereja di Roma menyatakan bahwa 25 Desember sebagai Dies Natalis Christi, "ulang tahun Kristus." Tulisan dalam Kronograf 354, atau Kalender Philocalian, mencatat, "Tuhan kita Yesus Kristus lahir pada hari kedelapan pada bulan sebelum Januari" , atau 25 Desember. Hal ini tidak menyatakan bahwa perayaan Natal sedang dicari tahu waktu tepatnya pada tanggal tersebut, tetapi kita cukup yakin bahwa penelitian mengenai Natal, dimulai di Roma sekitar waktu ini. "Perayaan Natal merupakan acara penginjilan yang efektif untuk mengubah hati dan pikiran orang-orang kepada Kristus dan jauh dari pemujaan Sol." St. Yohanes Krisostomos Satu generasi setelah kronograf itu diterbitkan, bapa gereja Yohanes Krisostomos (c. 347-407) menulis bahwa Rom...

Ujian Telah Selesai

“Yono! Apa Kabar? “ “Baik-baik saja, Pak Pendeta“ “Sekarang tinggal di Majalaya, Pak Pendeta“ “Bekerja? “ “Ya, Pak. Habis, maklum deh. “ “Lalu? Sudah senang? “ “Kalau gajinya sih lumayan juga, Pak. “ “Lalu apanya lagi? “ “Ya, seenak-enaknya orang kerja, Pak, tentu masih lebih terhormat orang bersekolah. Saya sering merasa iri, bahkan tidak jarang rendah diri, melihat teman-teman yang masih bersekolah." Pembaca yang kekasih . Bahwa Yono punya tekad yang kuat untuk bersekolah, ini tentu apa salahnya. Tetapi pendapat bahwa bersekolah itu jauh lebih terhormat, pada hemat saya layak kita jadikan masalah. Bahwa ada orang bercita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya, ini mengang sudah semestinya. tetapi kalau misalnya terpaksa harus bekerja, benarkah ini namanya kegagalan semata-mata? Kita perlu cemas, kalau semakin lama sekolah lebih merupakan sarana untuk mengejar prestise, daripada untuk mencapai prestasi. Seolah-olah martabat itu ditentukan oleh gelar atau kedudukan, dan bukan ole...