Langsung ke konten utama

Natal - Dewa Matahari - Kristus - Sol Invictus


Tuduhan seperti ini sering dilancarkan untuk menuduh bahwa kristen itu aslinya adalah pagan. Mari kita lihat. Tuduhan ini adalah salah satu favorit serangan dari Polemis Yahudi dan Islam.

Pada tahun 336 gereja di Roma menyatakan bahwa 25 Desember sebagai Dies Natalis Christi, "ulang tahun Kristus." Tulisan dalam Kronograf 354, atau Kalender Philocalian, mencatat, "Tuhan kita Yesus Kristus lahir pada hari kedelapan pada bulan sebelum Januari", atau 25 Desember. Hal ini tidak menyatakan bahwa perayaan Natal sedang dicari tahu waktu tepatnya pada tanggal tersebut, tetapi kita cukup yakin bahwa penelitian mengenai Natal, dimulai di Roma sekitar waktu ini.

"Perayaan Natal merupakan acara penginjilan yang efektif untuk mengubah hati dan pikiran orang-orang kepada Kristus dan jauh dari pemujaan Sol."

St. Yohanes Krisostomos

Satu generasi setelah kronograf itu diterbitkan, bapa gereja Yohanes Krisostomos (c. 347-407) menulis bahwa Roma merayakan hari Natal 25 Desember: "Pada hari ini juga hari lahir Kristus baru-baru ini ditetapkan di Roma dalam rangka sementara para pagan sibuk dengan upacara kecemaran mereka, orang Kristen bisa melakukan ritual sakral mereka tanpa terganggu. "

"Upacara Kecemaran" disebut oleh Krisostomos menunjuk kepada acara ulang tahun "Matahari yang Tak Terkalahkan" atau Sol, yang juga dirayakan pada tanggal 25 Desember, hari titik balik matahari musim dingin pada kalender Romawi kuno. Kultus Matahari ini menjadi perhatian serius kepada jemaat di Roma. Diperkenalkan pada tahun 218 ketika Elagabalus, yang masih remaja, menjadi kaisar. Elagabalus, memuliakan Dewa matahari dan memperkenalkan kultusnya ke Roma dengan gelar, Dewa Sol Invictus, artinya, Dewa Matahari yang tak terkalahkan.

Kaisar Konstantinus
Kaisar Aurelian, Kaisar Romawi yang berkuasa dari tahun 270 sampai 275, memutuskan bahwa Dewa Matahari yang tak terkalahkan sebagai Dewa tertinggi Kekaisaran Romawi. Mithra, dewa yang berasal dari Persia, juga merupakan bagian dari kultus penyembahan dewa Matahari. Ulang tahun Mithra juga pada 25 Desember. Kaisar Diokletianus dan Galerius, kaisar-kaisar sebelum Konstantinus yang Agung (306-337), memuliakan kultus Dewa Sol Mithras. Konstantinus sendiri, yang dikenal sebagai kaisar Kristen pertama dulunya, sebelum dibaptis, memuliakan Sol juga.

Melawan penyembahan Sol
Perayaan 25 Desember bagi Kristus diadakan untuk melawan festival pemujaan Sol-Mithra. Gereja mampu menantang para penyembah Sol Invictus dengan Yesus Kristus, yang mereka nyatakan sebagai Anak Allah yang sejati dan Matahari Kebenaran (Maleakhi 4:2; Wahyu 1:13, 16).

Perayaan Natal merupakan acara penginjilan yang efektif untuk mengubah hati dan pikiran orang-orang kepada Kristus dan menjauh dari pemujaan Sol. Hal ini juga memberikan kepada jemaat, sebuah ibadah alternatif yang berpusat pada Kristus daripada badah pagan lainnya, seperti Saturnalia pada Desember. Bersamaan dengan itu, gereja Roma bisa mempromosikan perilaku doa dan moral, kontras dengan kebejatan yang mewarnai dan menyertai festival kafir.

Perayaan natal (atau Advent, sebuah istilah yang menunjuk kepada kedatangan Kristus) juga efektif dalam melawan bidah mengenai Yesus, menunjuk kepada inkarnasiNya sebagai manusia sejati.

Tidak mengejutkan bahwa perayaan Natal menyebar cepat dari Jemaat Roma menuju gereja-gereja di daerah kekaisaran. Pada abad ke-empat, semua Kalencer Barat menetapkan Natal pada tanggal 25 Desember. Pada abad pertengahan, banyak gereja-gereja Timur sudah mengadopsi Festival Natal, dan pada waktu Jerome dan Agustinus, sudah menyebar di mana-mana Kekristenan ada. 

Selama seribu tahun berikutnya, Tradisi Natal diikuti dengan penyebaran agama Kristen di seluruh dunia. Pada masa ini, Advent-Natal adalah salah satu musim ibadah yang paling terkenal.

Postingan populer dari blog ini

Dikuduskanlah Nama-Mu?

Pada zaman edan seperti saat ini, sudah tidak ada lagi yang kudus. Semuanya sudah dekil, kotor, dan tercemar – walaupun dibilas dengan Rinso Antinoda. Sudah tidak ada lagi orang yang bisa kita hormati, walaupun seharian penuh kita sibuk dan berusaha memoles nama kita agar bisa dihormati dan dimuliakan orang-orang di sekitar kita. Oleh sebab itu, percuma kita ngoceh pulihan kali sehari “Dikuduskanlah Nama-Mu” sampai tuh mulut berbuih. Karena boro-boro bisa menghayatinya, nyaho juga kagak maknanya! Sebenarnya dengan doa yang terdiri dari 2 kata saja, “Dikuduskanlah Nama-Mu”, sudah komplit dan sudah mencakup segala-galanya; karena doa itu tidak perlu bertele-tele dengan kata yang berbunga-bunga agar orang-orang di sekitar kita bilang, “Hebat oooo…oi!” Dikuduskanlah Nama-Mu , itu sebenarnya bukan suatu permohonan, karena nama Allah itu sudah kudus dari sononya. Ucapan tersebut adalah suatu pernyataan, suatu komitmen untuk memuliakan nama Dia. Dalam dua kata itu sudah tercakup semua: ...

Ujian Telah Selesai

“Yono! Apa Kabar? “ “Baik-baik saja, Pak Pendeta“ “Sekarang tinggal di Majalaya, Pak Pendeta“ “Bekerja? “ “Ya, Pak. Habis, maklum deh. “ “Lalu? Sudah senang? “ “Kalau gajinya sih lumayan juga, Pak. “ “Lalu apanya lagi? “ “Ya, seenak-enaknya orang kerja, Pak, tentu masih lebih terhormat orang bersekolah. Saya sering merasa iri, bahkan tidak jarang rendah diri, melihat teman-teman yang masih bersekolah." Pembaca yang kekasih . Bahwa Yono punya tekad yang kuat untuk bersekolah, ini tentu apa salahnya. Tetapi pendapat bahwa bersekolah itu jauh lebih terhormat, pada hemat saya layak kita jadikan masalah. Bahwa ada orang bercita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya, ini mengang sudah semestinya. tetapi kalau misalnya terpaksa harus bekerja, benarkah ini namanya kegagalan semata-mata? Kita perlu cemas, kalau semakin lama sekolah lebih merupakan sarana untuk mengejar prestise, daripada untuk mencapai prestasi. Seolah-olah martabat itu ditentukan oleh gelar atau kedudukan, dan bukan ole...