Langsung ke konten utama

Konsili Nicea vs The Da Vinci Code (PART I)

 
Konsili Nicea (325 M) adalah sebuah pertemuan penting diantara 300 uskup dari seluruh kekaisaran Romawi yang berkumpul untuk mendiskusikan perkara Teologi dan Andministrasi. Da Vinci Code membuat klaim-klaim dramatis mengenai hal yang terjadi pada saat konsili yang kebanyakan tidak akurat. 
 
Dalam bab 55, Sir Leigh Teabing menjelaskan kepada Sophie Neveu bagaimana gereja mula-mula mengumpulkan kekuatan dengan menghancurkan dewi-dewi (sacred feminine) dan membuat Yesus sang nabi biasa menjadi makhluk Abadi (divine being). Meskipun statusnya sebagai seorang “Sejarahwan Kerajaan (Royal Historian)”, Teabing tidak mengetahui sejarahnya dengan baik.
 
The Da Vinci Code 
  1. Konstantinus butuh untuk memperkuat tradisi baru Kristen, dan menyelenggarakan sebuah pertemuan Ekumenis yang dikenal sebagai Konsili Nicea
  2. Pada pertemuan ini, banyak aspek-aspek dalam Kekristenan diperdebatkan dan melakukan pemilihan – tanggal Paskah, tugas-tugas Uskup, administrasi sakramen, dan tentunya, status keIlahian Yesus.
  3. "Sayang," Teabing menyatakan, "sampai pada saat itulah dalam sejarah, Yesus dilihat oleh para pengikutnya sebagai seorang nabi biasa...seorang yang besar, tapi tetap seorang manusia. Seorang yang tidak abadi.” “Bukan Anak Allah?” "Benar," Teabing mengucap. "Yesus dikatakan sebagai Anak Allah dilakukan dan diputuskan oleh konsili Nicea." "Tahan dulu. Kau bilang keIlahian Yesus adalah hasil dari sebuah pemilihan?"| The Da Vinci Code hal. 233
  4. Yesus dikatakan sebagai Anak Allah dilakukan dan diputuskan oleh konsili Nicea... sebuah perbedaan hasil yang cuma beda-beda tipis."
  5. Pernyataan keIlahian Yesus saat itu sangatlah penting untuk penyatuan kekaisaran Romawi dan sebagai basis kekuatan Vatikan..."
  6. Konstantinuslah yang mengumpulkan Alkitab pada Konsili Nicea, hanya memilih buku yang menyatakan bahwa Yesus sebagai makhluk Ilahi. Buku-buku yang menyatakannya sebagai manusia, dibakar.
Kenyataannya 
  1. Benar: Konstantinus memimpin pertemuan Ekumenis pertama dalam gereja, yang dikenal dengan nama Konsili Nicea (325 M). Dia melakukannya untuk menentukan kesatuan Gereja, tapi tidak untuk memperkuat Tradisi Kristen “yang baru”.
  2. Benar: Banyak aspek diperdebatkan dan ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan, termasuk tanggal Paskah dan persoalan-persoalan administrasi yang terdaftar. Para Uskup melakukan debat dan melakukan pemilihan atas jenis keIlahian Yesus, bukan apakah Ia bersifat Ilahi atau tidak. Mereka disitu untuk memperdebatkan jenis keIlahian Yesus.
  3. Salah: Dari masa para penulis Perjanjian Baru sampai saat tersebut, hampir semua orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Ilahi. Ia disembah dan dikatakan sebagai “Anak Allah” dan “Allah”
  4. Salah: Yesus sebagai “Anak Allah” sudah sejak lama dinyatakan. Gagasan bahwa Ia Ilahi atau tidak, tidak diusulkan dan dipilih pada Konsili Nicea. Perdebatan dan pemilihan berpusat kepada masalah apakah Yesus bersifat Ilahi dalam keadaan yang sama seperti Allah Bapa, atau tuhan yang lebih kecil yang diciptakan Bapa. Hasil pemilihan tidak beda-beda tipis, hanya ada 2 yang tidak setuju.
  5. Salah: sangat tidak mungkin bahwa dengan “menyatakan keilahian Kristus” diperlukan untuk mempersatukan Kekaisaran Romawi atau memberikan kekuatan kepada Gereja (yang pada saat itu tidak disebut sebagai Vatikan seperti sekarang) Pertimbangkan Islam sebagai contoh, yang mempersatukan kerajaan-kerajaan dan memberikan kepada kerajaan-kerajaan itu otoritas keagamaan – pendirinya adalah nabi biasa, manusia biasa.
  6. Salah. Benar bahwa perkembangan dan penulisan Alkitab adalah proses historis yang mengambil waktu berabad-abad, Konstantinus tidak melakukannya dan Konsili Nicea tidak mendiskusikan penulisan Alkitab.
http://www.religionfacts.com/da_vinci_code/nicea.htm

Postingan populer dari blog ini

Natal - Dewa Matahari - Kristus - Sol Invictus

Tuduhan seperti ini sering dilancarkan untuk menuduh bahwa kristen itu aslinya adalah pagan. Mari kita lihat. Tuduhan ini adalah salah satu favorit serangan dari Polemis Yahudi dan Islam. Pada tahun 336 gereja di Roma menyatakan bahwa 25 Desember sebagai Dies Natalis Christi, "ulang tahun Kristus." Tulisan dalam Kronograf 354, atau Kalender Philocalian, mencatat, "Tuhan kita Yesus Kristus lahir pada hari kedelapan pada bulan sebelum Januari" , atau 25 Desember. Hal ini tidak menyatakan bahwa perayaan Natal sedang dicari tahu waktu tepatnya pada tanggal tersebut, tetapi kita cukup yakin bahwa penelitian mengenai Natal, dimulai di Roma sekitar waktu ini. "Perayaan Natal merupakan acara penginjilan yang efektif untuk mengubah hati dan pikiran orang-orang kepada Kristus dan jauh dari pemujaan Sol." St. Yohanes Krisostomos Satu generasi setelah kronograf itu diterbitkan, bapa gereja Yohanes Krisostomos (c. 347-407) menulis bahwa Rom...

Dikuduskanlah Nama-Mu?

Pada zaman edan seperti saat ini, sudah tidak ada lagi yang kudus. Semuanya sudah dekil, kotor, dan tercemar – walaupun dibilas dengan Rinso Antinoda. Sudah tidak ada lagi orang yang bisa kita hormati, walaupun seharian penuh kita sibuk dan berusaha memoles nama kita agar bisa dihormati dan dimuliakan orang-orang di sekitar kita. Oleh sebab itu, percuma kita ngoceh pulihan kali sehari “Dikuduskanlah Nama-Mu” sampai tuh mulut berbuih. Karena boro-boro bisa menghayatinya, nyaho juga kagak maknanya! Sebenarnya dengan doa yang terdiri dari 2 kata saja, “Dikuduskanlah Nama-Mu”, sudah komplit dan sudah mencakup segala-galanya; karena doa itu tidak perlu bertele-tele dengan kata yang berbunga-bunga agar orang-orang di sekitar kita bilang, “Hebat oooo…oi!” Dikuduskanlah Nama-Mu , itu sebenarnya bukan suatu permohonan, karena nama Allah itu sudah kudus dari sononya. Ucapan tersebut adalah suatu pernyataan, suatu komitmen untuk memuliakan nama Dia. Dalam dua kata itu sudah tercakup semua: ...

Ujian Telah Selesai

“Yono! Apa Kabar? “ “Baik-baik saja, Pak Pendeta“ “Sekarang tinggal di Majalaya, Pak Pendeta“ “Bekerja? “ “Ya, Pak. Habis, maklum deh. “ “Lalu? Sudah senang? “ “Kalau gajinya sih lumayan juga, Pak. “ “Lalu apanya lagi? “ “Ya, seenak-enaknya orang kerja, Pak, tentu masih lebih terhormat orang bersekolah. Saya sering merasa iri, bahkan tidak jarang rendah diri, melihat teman-teman yang masih bersekolah." Pembaca yang kekasih . Bahwa Yono punya tekad yang kuat untuk bersekolah, ini tentu apa salahnya. Tetapi pendapat bahwa bersekolah itu jauh lebih terhormat, pada hemat saya layak kita jadikan masalah. Bahwa ada orang bercita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya, ini mengang sudah semestinya. tetapi kalau misalnya terpaksa harus bekerja, benarkah ini namanya kegagalan semata-mata? Kita perlu cemas, kalau semakin lama sekolah lebih merupakan sarana untuk mengejar prestise, daripada untuk mencapai prestasi. Seolah-olah martabat itu ditentukan oleh gelar atau kedudukan, dan bukan ole...