Ujian kehidupan datang tidak dalam bentuk penderitaan, pergumulan, dan tekanan hidup yang berat. Ujian kehidupan juga bisa datang dalam bentuk keberhasilan, kelimpahan, dan masa kejayaan. Pada kenyataannya hanya sedikit orang yang tetap tahan uji ketika mengalami masa-masa keemasan di dalam hidupnya. Sebagian besar orang jatuh dalam kesombongan dan menyalahgunakan berkat untuk berbuat dosa.
Muhammad Ali dikenal sebagai petinju kelas berat yang sangat hebat. Dia memenangkan 56 dari 61 pertandingan dan 37 diantaranya diraih dengan meng-KO musuhnya. Ketika berada di puncak kejayaan seperti itulah Muhammad Ali dikenal sebagai petinju yang sangat sombong bahkan dia dijuluki Si Mulut Besar. Salah satu ucapannya yang terkenal adalah, “I am the greatest!” (Akulah yang terbesar). Mike Tyson juga tak jauh beda dengan Ali. Tyson memang dikenal sebagai petinju yang tidak banyak bicara, namun setelah dia menjadi juara dunia kelas berat, sikap dan gaya hidupnya mulai berubah. Apalagi ketika Cus D. Amato, pelatih yang menemukan bakatnya, meninggal dunia, maka Tyson mulai menganggap remeh lawan-lawannya dan gaya hidupnya berubah drastis. Tidak lagi disiplin dalam latihan, sebaliknya hidup penuh hura-hura, hidup dalam kemewahan, bahkan tersandung kasus pemerkosaan. Di situlah titik kehancuran karir Tyson di dunia tinju. Oswald Chamber pernah menulis;
“Kenaikan yang tiba-tiba sering menyebabkan kesombongan dan kejatuhan. Ujian paling sukar diantara semua ujian untuk bertahan adalah keberhasilan.”
“Kenaikan yang tiba-tiba sering menyebabkan kesombongan dan kejatuhan. Ujian paling sukar diantara semua ujian untuk bertahan adalah keberhasilan.”
Untuk alasan yang sama Tuhan mengingatkan bangsa Israel agar tidak melupakan Tuhan, berubah setia, dan menjadi sombong. Jika hari ini kita berada di puncak kejayaan, keberhasilan, dan kelimpahan, janganlah pernah lupa bahwa Tuhanlah yang memberikan kita kekuatan untuk memperoleh semuanya itu. Tidak pantas jika kita jadi sombong dan bersikap seolah-olah semuanya itu karena usaha kita semata. Agar kita terhindar dari kesombongan, maka masing-masing kita harus memandang keberhasilan sebagai “hadiah” dari Tuhan, bukan hasil prestasi kita sendiri.